“Apa ini caramu mengingatkan aku pada sejarah? Dengan
menjadikan aku sebagai obyeknya?”
“Ah
lupakan, kamu tidak akan pernah mengerti.”
“Mengerti apa? Tidak mengerti
kalau nantinya aku benar-benar kehilanganmu?, hingga semua tentang kita akan
tinggal sejarah.”
Seribu
langkah menuju altar pemisah. Ini menjadi kemelut yang sesumbar di sudut-sudut
mimpi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar